Merindu kedamaian setelah 3 hari terjepit dengan ujian. Selamat menagih janji yang belum tersampaikan, mari jalankan misi dari rencana yang telah dibuat. Let's start our journey!! :))
8 Jam perjalanan dari Jakarta, tepat jam 9 pagi kami sampai di stasiun Semarang, duduk-duduk santai di peron sambil bongkar trangia. :))
Sampai di Salatiga kami berganti angkutan umum dengan jenis yang sama namun beda tujuan untuk sampai di Desa Kopeng. Dari gerbang Desa Kopeng kami memutuskan berjalan kaki utnuk sampai di sebuah basecamp.
Deretan rumah warga menyambut kami, pohon-pohon pinus menyapa hingga akhirnya bertemu kabut yang sempat membatasi pandangan.
Satu jam perjalanan yang kami tempuh dari gerbang Desa Kopeng akhirnya membuahkan hasil, kami sampai disebuah basecamp pendakian yang bernama "Basecamp Manggala Merbabu".
Di basecamp ini kami melakukan pendaftaran, kemudian kami diberikan selembar kertas yang merupakan peta jalur pendakian. Tak lama setelah semua siap dengan barang bawaan masing-masing, akhirnya perjalanan pun kami mulai meski harus berjalan ditengah rintikan hujan.
Gue jalan di urutan ketiga, paling depan ada Rifky kemudian disusul Ragil, sedangkan dibelakang ada Niesha dan Adhi.
Hujan terus mengiringi perjalanan kami hingga melewati pos 1, pos 2 dan baru berhenti ketika kami sampai di pos bayangan 2 pada malam hari. Rifky sampai di pos bayangan 2 lebih dulu dan langsung membuka tenda yang dibawanya, gue dan Niesha menyusul kemudian Ragil dan Adhi.
Ada tragedi kecil saat kami sampai di pos bayangan 2, ternyata kamera Adhi tertinggal di pos 2 hingga akhirnya Rifky, Ragil dan Adhi turun kembali kepos untuk mengambilnya, sedangkan gue dan Niesha lebih memilih menetap di tenda dan masak untuk makan malam.
Perjalanan itu tidak terasa lama karna waktu begitu cepat membawa kami untuk sampai di Pos 3, disana kami istirahat sejenak sambil melihat ke arah Pos Pemancar yang semakin dekat.
Cukup memanjakan mata, kami datang di waktu yang tepat karna edelweiss-edelweiss disana sedang bermekaran, bunganya putih kekuningan, daunya basah dengan embun dan semakin ke atas perjalanan kami semakin di sambut oleh kabut.
Di Pos 4 ada semacam pos yang awalnya adalah radio yang digunakan untuk memberikan info-info tentang keadaan gunung Merbabu saat itu. Tapi sayang kondisi posnya sudah jauh dari kata layak karna banyak coretan sana sini yang merusak dinding pos.
Sesampainya di pos 4 atau pos pemancar ini kami langsung mendirikan tenda disebuah lahan landai di sisi kanan. Pemandangan yang dapat kami lihat dari sini sangat memanjakan mata, lekukan-lekukan hijau sempurna membuat kami hanyut diantar sentuhan kabut.
Semakin malam dan semakin dingin, rugi rasanya jika kami melewati malam itu begitu saja hingga akhirnya kami melakukan permainan kecil yang menghangatkan suasana. ABC Lima dasar nama permainan sederhana itu namun cukup membuat teriakan kami terdengar hingga keluar tenda, siapa yang kalah atau lambat menyebutkan jawaban maka dia harus bernyanyi dan saat itu gue lah yang menjadi bulan-bulanan mereka, karna disaat-saat akhirnya permainan selalu kalah. Adhie menyebutnya CURANMOR it means Curahan Hati dan Humor.
------------------------------TOP 3142 M dpl-----------------------------
Pukul 10 pagi kami bersiap melanjutkan langkah menuju puncak, jalan yang semakin menanjak pun kami lewati. Melangkah dengan nafas yang semakin tidak teratur, telingan yang sakit karna perubahan tekanan udara dan air yang diambil dari kawah.
Sesekali kami beristirahat dan kembali meluruskan kaki, pemandangan di sekitar berhasil mendongkrak semangat gue untuk terus berjalan sampai puncak meskipun rasanya hati bilang sudah cukup.
Gak lama kemudian ada dinding besar berpasir yang sangat lebar di depan mata gue, dan ternyata itu adalah pintu terakhir untuk sampai di puncak. Kemiringannya hampi 90 derajat dan kita harus merayap melewati dinding itu.
Semakin sore, senja mulai muncul dengan biasan oranye yang cukup menghangatkan tangan gue yang mulai kaku karna dingin dan masih harus merayap melewati tebing batu. Yang turun dan yang naik lewat secara bergantian, hingga akhirnya ada satu tangan yang menggapai tangan gue di langkah terakhir dan kami pun sampai di TOP 3142 M dpl. Puncak pertama gue yang akhirnya berhasil gue capai dengan sisa-sisa tenaga seorang pemula.
Berhubung hari semakin gelap,kabut semakin membatasi pandangan dan hujan pun mulai turun, kami melanjutkan perjalanan sedikit untuk mencari tempat kemping. Dan akhirnya kami buka tenda di dekat Klenteng Songo yang menjadi maskot merbabu, menurut gue.
Pagi menjelang, biasan oranye membuat gue bersyukur atas hari itu dan hari-hari sebelumnya. Ini semua mimpi gue untuk bisa sampai di satu puncak dimanapun itu, kami tak menyia-nyiakan saat itu untuk mengabadikannya ke dalam lensa kamera yang sempat tertinggal.
Benar saja jalurnya lebih cepat dilalui karna sekitar jam 5 sore kami sudah sampai di basecamp Kang Bari, disana kami bersih-bersih dan bermalam sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta besok pagi. Tapi sayangnya Niesha pulang lebih dulu ke Ungaran jadi kami tinggal ber empat.
Keesokan paginya kami memutuskan untuk melipir sebentar di Jogja, sumringah karna gue juga pengen banget ke Jogja meskipun sebentar. Untuk sampai di Jogja kami harus naik turun angkot yang lumayan membingungkan, tapi setelah sabar berganti angkot akhirnya kami sampai di Jogja dan langsung terdampar di warung emperan nasi kucing.
Gak terlalu lama kami di Jogja, selanjutnya adalah jalan kaki menuju stasiun untuk mengejar kereta menuju Jakarta. Lagi-lagi kami harus dapat tiket tanpa tempat duduk dan lagi-lagi harus duduk berdesakan di emperan gerbong, tapi inilah seninya kebersamaan.
8 Jam perjalanan dari Jakarta, tepat jam 9 pagi kami sampai di stasiun Semarang, duduk-duduk santai di peron sambil bongkar trangia. :))
15 menit istirahat kayaknya udah cukup untuk kembali mengumpulkan tenaga dan melanjutkan perjalanan menuju Salatiga.
Sampai di Salatiga kami berganti angkutan umum dengan jenis yang sama namun beda tujuan untuk sampai di Desa Kopeng. Dari gerbang Desa Kopeng kami memutuskan berjalan kaki utnuk sampai di sebuah basecamp.
Deretan rumah warga menyambut kami, pohon-pohon pinus menyapa hingga akhirnya bertemu kabut yang sempat membatasi pandangan.
Satu jam perjalanan yang kami tempuh dari gerbang Desa Kopeng akhirnya membuahkan hasil, kami sampai disebuah basecamp pendakian yang bernama "Basecamp Manggala Merbabu".
Di basecamp ini kami melakukan pendaftaran, kemudian kami diberikan selembar kertas yang merupakan peta jalur pendakian. Tak lama setelah semua siap dengan barang bawaan masing-masing, akhirnya perjalanan pun kami mulai meski harus berjalan ditengah rintikan hujan.
Gue jalan di urutan ketiga, paling depan ada Rifky kemudian disusul Ragil, sedangkan dibelakang ada Niesha dan Adhi.
Hujan terus mengiringi perjalanan kami hingga melewati pos 1, pos 2 dan baru berhenti ketika kami sampai di pos bayangan 2 pada malam hari. Rifky sampai di pos bayangan 2 lebih dulu dan langsung membuka tenda yang dibawanya, gue dan Niesha menyusul kemudian Ragil dan Adhi.
Ada tragedi kecil saat kami sampai di pos bayangan 2, ternyata kamera Adhi tertinggal di pos 2 hingga akhirnya Rifky, Ragil dan Adhi turun kembali kepos untuk mengambilnya, sedangkan gue dan Niesha lebih memilih menetap di tenda dan masak untuk makan malam.
Chicken wings, kentang goreng dan nasi "kletes" menjadi santapan kami malam itu, tak terasa kami terrlelap setelah makan malam hingga pagi membawa sinar matahari yang membangunkan kami.
------------------------------POS PEMANCAR-----------------------------
Kami mulai packing kembali sekitar pukul 9 pagi setelah sarapan untuk melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya. , terus berjalan dibawah hujan yang masih setia menemani kami sejak awal, berjalan dengan kaki yang menyentuh rumput basah yang diselimuti sisa embun.
Perjalanan itu tidak terasa lama karna waktu begitu cepat membawa kami untuk sampai di Pos 3, disana kami istirahat sejenak sambil melihat ke arah Pos Pemancar yang semakin dekat.
Jalannya menanjak, cukup miring dan tidak ada yang landai sama sekali. Dari jauh terlihat hijau dan ditumbuhi banyak Edelweiss.
Cukup memanjakan mata, kami datang di waktu yang tepat karna edelweiss-edelweiss disana sedang bermekaran, bunganya putih kekuningan, daunya basah dengan embun dan semakin ke atas perjalanan kami semakin di sambut oleh kabut.
Di Pos 4 ada semacam pos yang awalnya adalah radio yang digunakan untuk memberikan info-info tentang keadaan gunung Merbabu saat itu. Tapi sayang kondisi posnya sudah jauh dari kata layak karna banyak coretan sana sini yang merusak dinding pos.
Sesampainya di pos 4 atau pos pemancar ini kami langsung mendirikan tenda disebuah lahan landai di sisi kanan. Pemandangan yang dapat kami lihat dari sini sangat memanjakan mata, lekukan-lekukan hijau sempurna membuat kami hanyut diantar sentuhan kabut.
Semakin malam dan semakin dingin, rugi rasanya jika kami melewati malam itu begitu saja hingga akhirnya kami melakukan permainan kecil yang menghangatkan suasana. ABC Lima dasar nama permainan sederhana itu namun cukup membuat teriakan kami terdengar hingga keluar tenda, siapa yang kalah atau lambat menyebutkan jawaban maka dia harus bernyanyi dan saat itu gue lah yang menjadi bulan-bulanan mereka, karna disaat-saat akhirnya permainan selalu kalah. Adhie menyebutnya CURANMOR it means Curahan Hati dan Humor.
------------------------------TOP 3142 M dpl-----------------------------
Pukul 10 pagi kami bersiap melanjutkan langkah menuju puncak, jalan yang semakin menanjak pun kami lewati. Melangkah dengan nafas yang semakin tidak teratur, telingan yang sakit karna perubahan tekanan udara dan air yang diambil dari kawah.
Sesekali kami beristirahat dan kembali meluruskan kaki, pemandangan di sekitar berhasil mendongkrak semangat gue untuk terus berjalan sampai puncak meskipun rasanya hati bilang sudah cukup.
Gak lama kemudian ada dinding besar berpasir yang sangat lebar di depan mata gue, dan ternyata itu adalah pintu terakhir untuk sampai di puncak. Kemiringannya hampi 90 derajat dan kita harus merayap melewati dinding itu.
Semakin sore, senja mulai muncul dengan biasan oranye yang cukup menghangatkan tangan gue yang mulai kaku karna dingin dan masih harus merayap melewati tebing batu. Yang turun dan yang naik lewat secara bergantian, hingga akhirnya ada satu tangan yang menggapai tangan gue di langkah terakhir dan kami pun sampai di TOP 3142 M dpl. Puncak pertama gue yang akhirnya berhasil gue capai dengan sisa-sisa tenaga seorang pemula.
Berhubung hari semakin gelap,kabut semakin membatasi pandangan dan hujan pun mulai turun, kami melanjutkan perjalanan sedikit untuk mencari tempat kemping. Dan akhirnya kami buka tenda di dekat Klenteng Songo yang menjadi maskot merbabu, menurut gue.
Pagi menjelang, biasan oranye membuat gue bersyukur atas hari itu dan hari-hari sebelumnya. Ini semua mimpi gue untuk bisa sampai di satu puncak dimanapun itu, kami tak menyia-nyiakan saat itu untuk mengabadikannya ke dalam lensa kamera yang sempat tertinggal.
Dari bawah gue berikrar, gue akan lulus kalau gue bisa sampai puncak dan saat itu juga gue bebas teriak sekencang-kencangnya. Pagi itu benar-benar kami manfaatkan, gak akan sedetikpun kami sia-siakan karna untuk sampai disana sangat butuh perjuangan dan niat pastinya.
Gue merasa kecil dan sangat kecil disana, dimana gue harus bisa kontrol emosi, harus bisa kasih sugesti positif ke otak gue karna naik gunung itu gak semudah melihat hasil fotonya.
Jam 10 pagi kami bergegas untuk pulang melewati jalur Selo, jalur yang berbeda tapi lebih dekat. Jalurnya lebih curam dan pemandangannya lebih di dominasi pohon-pohon besar yang pastinya sangat berbeda dari jalur kami waktu naik.
Benar saja jalurnya lebih cepat dilalui karna sekitar jam 5 sore kami sudah sampai di basecamp Kang Bari, disana kami bersih-bersih dan bermalam sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta besok pagi. Tapi sayangnya Niesha pulang lebih dulu ke Ungaran jadi kami tinggal ber empat.
Keesokan paginya kami memutuskan untuk melipir sebentar di Jogja, sumringah karna gue juga pengen banget ke Jogja meskipun sebentar. Untuk sampai di Jogja kami harus naik turun angkot yang lumayan membingungkan, tapi setelah sabar berganti angkot akhirnya kami sampai di Jogja dan langsung terdampar di warung emperan nasi kucing.
Gak terlalu lama kami di Jogja, selanjutnya adalah jalan kaki menuju stasiun untuk mengejar kereta menuju Jakarta. Lagi-lagi kami harus dapat tiket tanpa tempat duduk dan lagi-lagi harus duduk berdesakan di emperan gerbong, tapi inilah seninya kebersamaan.
#KAMI #LIMA
>> ADHIE
>>>RAGIL
>>>>RIFKY
>>>>>NIESHA
>>>>>>DESY
No comments:
Post a Comment